--> Skip to main content

Tentang Bulan Rajab

Allah Subhanahu wa ta'ala telah menentukan musim-musim kebaikan dan limpahan-limpahan barakah dari bulan-bulan tersebut, di antaranya dengan memilih empat bulan haram  (suci) dari dua belas yang ada dalam setahun, yaitu Rajab, Dzul Qa’dah, Dzul Hijjah dan Muharram. Satu bulan menyendiri, yaitu bulan Rajab, datang sesudah bulan Jumadil Akhir dan sebelum bulan Sya’ban. Dan tiga bulan berurutan, yaitu Dzul Qa’dah, Dzul Hijjah dan Muharram.

Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman:

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ۚ ذَٰلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ ۚ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ

Artinya: ''Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allâh ialah dua belas bulan dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu. [Q.S. At-Taubah/9:36]

Dalam empat bulan haram ini, Ulama mengatakan bahwa ganjaran amal-amal kebaikan akan dilipatkan bagi orang-orang yang beramal shaleh. Dan sebaliknya, hukuman dan akan diberatkan pada pelaku kejahatan dan kezhaliman di dalamnya.

Larangan berbuat maksiat disebutkan dengan tegas dalam ayat yang telah dikemukakan di atas dengan ungkapan, ‘janganlah kalian berbuat zhalim terhadap diri kalian padanya’. Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman:

مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ۚ ذَٰلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ ۚ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ

Artinya: ''Di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu.[Q.S. At-Taubah/9:36]

Tentang itu, Ibnu Abbas Radhiyallahu anhu mengatakan, “(Janganlah kalian berbuat zhalim) pada semua bulan tersebut. Kemudian Allah Subhanahu wa ta'ala mengkhususkan empat bulan dari dua belas bulan yang ada, dan menjadikannya bulan haram dan mengagungkan kehormatannya, serta menjadikan dosa padanya lebih besar dan amal shaleh serta pahala (juga) lebih besar”.

Tentang ayat di atas, Syaikh ‘Abdur Rahman as-Sa’di rahimahullah memaparkan dua makna, salah satunya, “Bahwa sesungguhnya ini merupakan larangan terhadap mereka dari berbuat kezhaliman dalam empat bulan tersebut, apalagi disertai adanya larangan berbuat zhalim pada setiap waktu, tujuannya untuk menegaskan bertambahnya tingkat keharamannya dan karena perbuatan zhalim di dalamnya lebih parah dibandingkan bila dikerjakan di bulan-bulan lain”.

Sementara itu, Syaikh al-‘Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Maka, janganlah kalian menzhalimi diri kalian di bulan-bulan haram tersebut, komitmenlah dengan ketentuan-ketentuan Allah Subhanahu wa ta'ala , tegakkanlah kewajiban-kewajiban dari Allah Subhanahu wa ta'ala , jauhilah larangan-larangan-Nya. Penuhilah hak-hak (yang menjadi kewajiban kalian) antara diri kalian dan Rabb kalian, dan antara diri kalian dan sesama manusia”.

Satu hal lagi yang tidak boleh dilupakan, pada bulan haram tersebut, seorang hamba harus tetap mewaspadai syaithan yang akan selalu melancarkan tipu-daya, godaan dan bisikan-bisikan agar manusia santai saja dalam menyongsong bulan mulia  itu.

Syaithan akan senantiasa antusias tanpa putus asa untuk menyesatkan anak-anak Adam, memalingkan mereka dari agama Allah Subhanahu wa ta'ala, memerintahkan mereka melakukan perbuatan keji dan  mungkar, mengesankan maksiat dengan gambaran yang indah dan melontarkan rasa benci dalam hati mereka terhadap amal ketaatan.

Demikianlah makar syaithan. Bila melihat seorang hamba menyukai amal shaleh, syaithan akan memberatkan hatinya untuk beramal. Jika syaithan tidak berhasil menghalang-halanginya dari amal shaleh, syaithan akan menyimpangkan hamba itu untuk berbuat berlebihan, melontarkan bisikan  dan keragu-raguan dalam hatinya, sehingga melanggar ketentuan-ketentuan dalam ibadah.

Seseorang yang telah terkena bisikan syaithan dan terjerat oleh gadaannya, akan berat dan bermalas-malasan untuk berbuat amal shaleh, dan sebaliknya, akan mudah menerjang maksiat-maksiat.

Syaikh al-‘Utsaimin rahimahullah menyimpulkan, “ Sesungguhnya rasa malas untuk beramal dan meremehkan maksiat yang kalian dapati dalam jiwa kalian, merupakan pengaruh dari bisikan syaithan dan godaannya. Maka, bila kalian mendapatinya, mohonlah perlindungan kepada Allah Subhanahu wa ta'ala darinya. Di situlah akan engkau dapatkan kesembuhan dan jalan keluar dari godaannya. Allah Subhanahu wa ta'ala telah berfirman:

وَإِمَّا يَنْزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطَانِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ ۚ إِنَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ﴿٢٠٠﴾إِنَّ الَّذِينَ اتَّقَوْا إِذَا مَسَّهُمْ طَائِفٌ مِنَ الشَّيْطَانِ تَذَكَّرُوا فَإِذَا هُمْ مُبْصِرُونَ

Artinya: ''Dan jika kamu ditimpa sesuatu godaan syaithan, maka berlindunglah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa bila mereka ditimpa was-was dari syaithan, mereka ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahannya. [Q.S. A’raf/7:200-201]

APAKAH ADA AMALAN KHUSUS PADA BULAN RAJAB?

Sekarang timbul pertanyaan, apakah ada amalan-amalan shaleh khusus yang dianjurkan untuk diutamakan umat Islam pada bulan Rajab?. Apakah disunnahkan berpuasa, qiyamullail atau amalan shaleh tertentu lainnya pada bulan Rajab?.

Pernyataan Al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalâni asy-Syafi’i rahimahullah , tokoh hadits pada abad ke-9 dengan karya fenomenalnya Fathul Bari ini sudah menyimpulkan sebuah kesimpulan yang pantas dipedomani oleh umat. Beliau rahimahullah mengatakan dalam kitab yang beliau tulis untuk membahas keutamaan bulan Rajab, ‘Tabyînil Ajab bima warada fî Syahri Rajab, “Tidak ada hadits yang pantas dijadikan hujjah tentang keutamaan bulan Rajab, puasa bulan Rajab atau puasa pada hari tertentu dari bulan Rajab, (juga) tentang shalat malam tertentu di dalamnya. Dan Imam Abu Isma’îl al-Harbi  rahimahullah telah mendahuluiku dengan penegasan tentang itu sebelumku”.

Berdasarkan pernyataan di atas, seorang Muslim diperintahkan untuk meningkatkan kuantitas amal-amal shaleh dan tetap memperhatikan kualitasnya, tidak ada amalan khusus yang diistimewakan pada bulan Rajab ini, baik itu shalat, dzikir, puasa atau lain-lainnya.

Al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalâni asy-Syafi’i rahimahullah kembali menyimpulkan, “Adapun tentang hadits-hadits yang berbicara tentang keutamaan bulan Rajab, atau keutamaan puasa bulan Rajab atau puasa pada sebagian hari dari bulan Rajab, terbagi menjadi dua: (berderajat) dha’if (lemah) dan maudhu’ (palsu)”.

-----------------------------------------------------------------------------------------------

[1]  Adh-Dhiya al-Lami minal Khuthabil Jawami’6/403

[2]  Khâlid bin Ma’dan al-Himshi seorang imam negeri Syam. Berguru kepada Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, Abu Umamah al-Bahili Radhiyallahu anhu, Ibnu ‘Umar Radhiyallahu anhu , ‘Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash  Radhiyallahu anhu , Tsauban Radhiyallahu anhu , Mu’adz bin Jabal Radhiyallahu anhu , Abu Darda dan Sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam  lainnya.

[3] Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam az-Zuhd hlm. 384. Lihat Siyaru A’lamin Nubalâ 4/540.

[4]  Tafsir al-Qur`anil Azhim 4/36.

[5] Taisirul Karimir Rahmân hlm.383.

[6] Adh-Dhiya al-Lami minal Khuthabil Jawami’6/406.

[7] Tabyinil Ajab bimâ warada fî Syahri Rajabhlm.23.

[8] Ibid. hlm.33.

[9]  Perbedaan pendapat ini disampaikan Syaikh Thariq Awadhullah, muhaqqiq kitab Tabyinil Ajab bima warada fi Syahri Rajab.

[10] Hukmu al-Ihtifal bi Lailatil Isra wal Mi’raj, dalam kumpulan makalah aqidah dengan judul Hirâsatut Tauhîd hlm. 56-57
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar